PASCALAUBIER – Kepala pengamanan kepresidenan Korea Selatan (Korsel), Park Chong-jun, mengundurkan diri dari jabatannya pada Jumat (10 Januari 2025) setelah menuai kritikan karena menghalangi penangkapan Presiden Yoon Suk Yeol. Pengunduran diri ini terjadi di tengah meningkatnya tekanan dan kontroversi seputar upaya penangkapan Presiden Yoon yang dimakzulkan.
Latar Belakang Konflik
Presiden Yoon Suk Yeol telah berada di bawah tekanan sejak ia membuat deklarasi hukum darurat pada 3 Desember 2024, yang berlangsung hanya beberapa jam sebelum parlemen membatalkannya. Tindakan ini memicu krisis politik terbesar di Korsel dalam beberapa dekade. Yoon kemudian dimakzulkan oleh parlemen pada 14 Desember 2024 atas tuduhan pemberontakan.
Penolakan Penangkapan
Pada 3 Januari 2025, tim penyidik dari Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) dan polisi mencoba menangkap Yoon di kediamannya di Seoul. Namun, upaya ini dihalangi oleh Pasukan Pengamanan Presiden (PSS) yang dipimpin oleh Park Chong-jun. Park dan pasukannya menolak untuk membiarkan penyidik masuk, menyebabkan penangkapan gagal.
Kritik dan Tekanan
Tindakan Park Chong-jun menuai kritik keras dari berbagai pihak, termasuk dari penyidik dan publik. Banyak yang menganggap bahwa tindakan ini adalah bentuk penghalangan terhadap proses hukum. Park sendiri sempat mengabaikan dua panggilan untuk diperiksa oleh polisi sebelum akhirnya muncul untuk diinterogasi pada Jumat pagi.
Pengunduran Diri dan Reaksi
Setelah menghadiri pemeriksaan polisi, Park Chong-jun mengumumkan pengunduran dirinya. Pengunduran diri ini diterima oleh Presiden Sementara Choi Sang-mok. Dalam pernyataannya, Park mengatakan, “Saya mengerti bahwa banyak warga negara yang khawatir tentang situasi saat ini di mana lembaga pemerintah saling bertentangan dan berkonfrontasi. Saya percaya bahwa dalam keadaan apa pun tidak boleh ada bentrokan fisik atau pertumpahan darah.”
Implikasi Politik
Pengunduran diri Park Chong-jun menandai babak baru dalam krisis politik di Korsel. Investigator dan polisi kini bersiap untuk melakukan upaya penangkapan baru terhadap Yoon setelah mendapatkan surat perintah baru dari pengadilan. Situasi ini semakin memanas dengan adanya protes dari dua kubu yang berbeda: satu pihak menuntut agar pemakzulan Yoon dibatalkan, sementara pihak lain menuntut agar Yoon segera ditahan.
Proses Hukum dan Politik
Selain masalah penangkapan, Yoon juga menghadapi proses pemakzulan di Mahkamah Konstitusi. Sidang pemakzulan dijadwalkan dimulai pada 14 Januari 2025. Jika Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk membatalkan pemakzulan, Yoon akan kembali menjabat sebagai presiden. Namun, jika pemakzulan dipertahankan, Yoon akan menjadi presiden pertama dalam sejarah Korsel yang ditangkap saat masih menjabat.
Analisis dan Prediksi
Analis politik memperingatkan bahwa bentrokan fisik selama upaya penangkapan bisa merugikan posisi Yoon dalam proses pemakzulan. Namun, jajak pendapat menunjukkan bahwa dukungan terhadap partai berkuasa, People Power Party, telah meningkat selama krisis ini. Sebuah survei Gallup baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat persetujuan partai tersebut naik menjadi 34% dari 24% tiga minggu lalu.
Kesimpulan
Pengunduran diri Park Chong-jun adalah momen penting dalam krisis politik yang sedang berlangsung di Korea Selatan. Ini mencerminkan tekanan yang meningkat pada Yoon dan tim keamanannya, serta tantangan yang dihadapi oleh lembaga penegak hukum dalam menjalankan tugas mereka. Bagaimana krisis ini akan berakhir masih belum jelas, tetapi jelas bahwa situasi ini akan terus menjadi sorotan dunia internasional dan domestik.